Filosofi gula

5 Filosofi Gula, Tetap Beraksi Meski Tak Dianggap

Filosofi gula? Pernahkah kamu menyadari bahwa gula sebenarnya punya peran yang besar, namun kadang tidak pernah dianggap? Apakah kamu juga merasa bahwa diri kamu memiliki kesamaan nasib dengan gula? Bagaimanapun tanggapanmu, gula tetaplah gula. Senyawa manis yang mampu mengendalikan rasa di setiap lidah manusia.

Dalam tulisan ini, penulis bakal menyampaikan apa saja filosofi gula yang bisa kita pelajari. Mungkin dari teman-teman sudah pernah mendengarnya, atau bahkan baru pertama kali ini? Yang jelas, penulis membuat tulisan ini demi menyadarkan kita bahwa sekecil apapun benda yang ada di sekitar, ia selalu punya makna.

Lalu, apa sajakah filosofi gula? Cek yuk!

1. Filosofi Gula: Namanya seringkali tak disebut dalam minuman manis

Filosofi gula

Orang-orang mungkin tidak pernah menyebut minuman kopi gula, meski terasa manis dan sedapnya pas di lidah. Mereka tetap akan menyebutnya minuman kopi. Begitu pula dengan minuman teh campur gula, mereka lebih familiar dengan teh manis. Sehingga, seakan-akan nama ‘gula’ tidak pernah ada dalam kamus orang-orang di sekitar kita.

Hal ini tentu menimbulkan sebuah kemalangan bagi gula. Gula yang susah payah melarutkan diri demi rasa manis yang pas, justru tidak dianggap ketika tugasnya berjalan mulus. Namun begitu, gula tetaplah gula, yang selalu memberikan rasa manis di setiap sesapan yang kita rasakan dalam lidah dan mulut.

2. Tetap terlarut dan membaur meski tidak dianggap

Filosofi gula

Filosofi gula selanjutnya, ia tetap akan terlarut dan membaur, tidak peduli apakah ia dianggap oleh air ataupun tidak. Gula senantiasa merelakan dirinya menyatu bersama senyawa lainnya yang belum tentu mau menerimanya. Namun karena sudah sifat alamiahnya, gula tetap saja rela dan memberikan sumbangsihnya.

Dalam hal ini, kita bisa belajar bahwa meskipun kita tidak pernah dianggap oleh orang-orang di sekitar kita; tetaplah beraksi. Kita tidak pernah tau aksi kita yang ke berapa, yang mampu menyulap mata mereka sehingga mereka bisa sadar akan kehadiran kita. Mereka sadar akan jasa-jasa yang selama ini kita berikan. Tetaplah beraksi.

3. Senantiasa teguh meski jadi objek pertama yang disoroti

Filosofi gula

Ketika sebuah minuman terasa manis dan pas di lidah, nasib gula akan tetap aman di mata mereka. Namun, apabila terlalu manis atau sebaliknya, maka gula-lah yang pertama diperhatikan. Bukan salah kopinya. Bukan pula salah tehnya. Itu adalah salah gulanya. Takaran yang terlalu tinggi, atau terlalu sedikit. Semua salah gula.

Dalam hidup pun begitu. Kita sebaiknya senantiasa sadar dan tetap berpendirian, ketika pertama kali disoroti oleh orang lainnya. Tak apa menjadi perhatian publik, asalkan yang kita lakukan adalah benar dan tidak menyalahi aturan. Terpenting adalah tetap berjalan pada koridor yang benar dan tidak merugikan orang lain.

4. Siap ‘pasang badan’ ketika disalahkan

Filosofi gula

Kopinya terlalu pahit. Siapa yang salah? Gula! Tehnya terlalu manis. Siapa yang salah? Gula! Begitulah nasib gula. Senantiasa ia bersalah dan selalu disalahkan, apabila rasa yang dihasilkan tidak sesuai harapan. Gula tetap teguh dan ‘pasang badan’. Ialah yang pertama kali bertanggung jawab atas rasa minuman yang disesap orang.

Begitu pun dengan kita. Bagaimanapun juga, apabila kita diberi amanah dan gagal menjalankannya, kita harus bertanggung jawab. Selayaknya manusia yang melakukan sesuatu, ada balasannya entah baik atau buruk. Sesuai dengan perilaku. Terpenting adalah kita berani menyatakan bahwa kitalah yang melakukan itu. Berani berbuat, berani bertanggung jawab.

5. Namun, kadang orang tau bahwa gula memiliki perannya sendiri

Filosofi gula

Filosofi gula yang terakhir mengajarkan kita. Bahwa pada akhirnya, gula yang senantiasa ikhlas dan ridho membantu senyawa lainnya demi tercipta rasa yang lezat di lidah, akan ada di hati setiap manusianya. Gula akan selalu diingat, dan dirindukan keberadaannya. Orang-orang akan tau, apakah sebuah minuman ada gula atau tidak, hanya lewat sesapan di ujung lidahnya.

Kita juga sebaiknya begitu. Rela membantu orang lain, orang-orang terdekat kita seperti Ibu dan Bapak, keluarga, sahabat, teman, kerabat, dan lainnya. Apabila kita konsisten membantu dengan ikhlas tanpa mengharap imbalan, orang-orang akan tau dan menyadari bahwa memang diri kitalah yang pantas berada di sebelah mereka.

Nah, itulah tadi sederet hal yang bisa saya sampaikan seputar filosofi gula. Semoga bisa menginspirasi kamu, ya!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 + 19 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.